Monday, September 22, 2008

Tutor Sebaya

Salah satu masalah dalam pembelajaran di sekolah adalah rendahnya hasil belajar siswa. Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Menurut Suryabrata (1982: 27) yang termasuk faktor internal adalah faktor fisiologis dan psikologis (misalnya kecerdasan motivasi berprestasi dan kemampuan kognitif), sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah faktor lingkungan dan instrumental (misalnya guru, kurikulum, dan model pembelajaran). Bloom (1982: 11) mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan kognitif, motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran adalah kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini menyangkut model pembelajaran yang digunakan.

Sering ditemukan di lapangan bahwa guru menguasai materi suatu subjek dengan baik tetapi tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Hal itu terjadi karena kegiatan tersebut tidak didasarkan pada model pembelajaran tertentu sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah. Timbul pertanyaan apakah mungkin dikembangkan suatu model pembelajaran yang sederhana, sistematik, bermakna dan dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat membantu meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar.

Akhir-akhir ini makin banyak perhatian terhadap pengajaran tutor sebaya yang pada dasarnya sama dengan program bimbingan, yang bertujuan memberikan bantuan dari dan kepada siswa dapat mencapai prestasi belajar secara optimal.

Pengajaran tutor sebaya ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap pengajaran klasikal dengan kelas yang terlampau besar dan padat sehingga guru atau tenaga pengajar tak dapat memberikan bantuan individual, bahkan sering tidak mengenal para pelajar seorang demi seorang. Selain itu para pendidik mengetahui bahwa para siswa menunjukkan perbedaan dalam cara-cara belajar. Pengajaran klasikal yang menggunakan proses belajar-mengajar yang sama bagi semua siswa tidak akan sesuai bagi kebutuhan dan kepribadian setiap siswa. Maka karena itu perlu dicari sistem pengajaran yang membuka kemungkinan memberikan pengajaran bagi sejumlah besar siswa dan di samping itu memberi kesempatan bagi pengajaran tutor sebaya.

Kelebihan tutor sebaya dalam pendidikan yaitu dalam penerapan tutor sebaya, anak-anak diajar untuk mandiri, dewasa dan punya rasa setia kawan yang tinggi. Artinya dalam penerapan tutor sebaya itu, anak yang dianggap pintar bisa mengajari atau menjadi tutor temannya yang kurang pandai atau ketinggalan. Di sini peran guru hanya sebagai fasilitator atau pembimbing saja.

Jadi, kita dapat menugaskan siswa pandai untuk memberikan penjelasan kepada siswa kurang pandai (tutor sebaya). Demikian juga, anjurkan siswa kurang pandai untuk bertanya kepada atau meminta penjelasan dari siswa pandai terlebih dahulu sebelum kepada gurunya. Hal ini untuk menanamkan kesan bahwa belajar itu bisa dari siapa saja, tidak selalu dari guru yang akibatnya tergantung kepada guru.

Tutor dikatakan berhasil jika dapat menjelaskan dan yang dijelaskan dapat membuktikan bahwa dia telah mengerti atau memahami dengan cara hasil pekerjaannya.


Sunday, September 7, 2008

What You Think Is What You Get

Persoalan sepele yang terkadang tanpa kita sadari sering dipraktekkan dalam menjalani hidup. Yup! Apa yang ada dalam pikiran kita, secara tidak langsung akan mempengaruhi kenyataan. *Doh, ngomong apa sih. Bingung gimana pembukaan tulisan ini*
Sebenarnya apa yang kita pikirkan suatu saat keinginan tersebut akan ada dalam genggaman. Tinggal masalah waktu, kapan hal itu akan terjadi.
Yang akan saya bahas adalah, kenapa kita lebih sering memikirkan APA YANG TIDAK KITA INGINKAN?!? Lalu kita baru merasa heran mengapa hal yang tidak kita inginkan selalu terjadi. Misalnya kita selalu memikirkan/merenungkan masalah yang menimpa kita akibatnya kita akan mendapatkan lebih banyak lagi hal2 yang menyusahkan kita. Jika kita melihat sesuatu yang tidak kita inginkan, sebenarnya kita bukan menjauhkan diri dari hal tersebut tetapi sebaliknya kita sedang mengaktifkan setiap pemikiran tentang hal yang tidak kita inginkan.


Untuk itu *sebaiknya* janganlah memikirkan apa yang tidak kita inginkan tetapi fokuslah pada apa yang kita inginkan maka hal yang kita inginkan akan semakin cepat terjadi. Misalnya kita memikirkan suatu hal berulang2 atau membayangkan terus menerus dalam pikiran, maka kita telah memancarkan aura positif dari pikiran yang suatu saat akan terwujud.
Contoh kasus sederhana seperti ini, kita selalu mengeluh sakit maka kita akan merasakan sakit bukan sehat. Betul? Jadi semua yang terjadi pada diri kita bisa saja itu akibat dari pikiran yang *secara sadar/tidak* telah kita ciptakan. Pikiran positif jauh lebih hebat ribuan kali dari pikiran negatif.
Emosi membimbing perasaan dan perasaan dapat menentukan pikiran.
Mulailah hari yang baik dan kita dalam suasana perasaan yang gembira, sehingga banyak situasi, kondisi, orang2 sekitar yang mempertahankan perasaan gembira tadi.
Hal apa yang kita perhatikan dengan pikiran dan perasaan adalah hal yang kita “tarik” ke diri kita, tidak peduli apakah kita inginkan atau tidak.
Apapun keadaan kita saat ini, itu adalah sisa hasil dari pikiran dan tindakan kita di masa lalu. Jadi sangat penting, apa yang kita inginkan, apa yang kita rasakan dan apa yang kita pikirkan karena semua itu akan terwujud.
Mari fokus ke hal2 yang kita inginkan maka hal yang tidak kita inginkan akan menjauh. Dan bagian yang diinginkan semakin berkembang sehingga bagian yang tidak diinginkan akan menghilang.
Wallahu’alam


Friday, September 5, 2008

Remaja dan Permasalahannya (part 2)

Bagi yang belum membaca part 1 dari tulisan ini, silahkan mampir ke sini.
Kali ini saya akan memfokuskan pada peranan keluarga bagi remaja. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang primer dan bersifat fundamental. Disitulah remaja dibesarkan, memperoleh penemuan2, belajar dan berkembang. Bermodalkan pengalaman2 yang diperolehnya dalam keluarga inilah bergantung kelangsungan hidupnya.
Jika kita menelaah peranan keluarga, maka dapatlah dikatakan sebagai berikut :


a. keluarga sebagai pusat pendidikan
Disini orang tua berperan dalampembentukan kepribadian remaja karena orang tua mendidik, mengasuh dan membimbing remajanya untuk hidup di dalam masyarakat.
b. keluarga sebagai pusat agama
Dengan kesadaran beragama yang diperoleh remaja2 dan bimbingan orang tua, remaja mengenal agama maka membuat remaja untuk berbuat soleh dalam kehidupan.
c. keluarga sebagai pusat ketenangan hidup
Dalam mempertahankan hidupnya sering orang mengalami gangguan pikiran, menemui frustasi dan untuk mendapatkan kekuatannya kembali maka keluarga pangkalan yang paling vital.

Berikut ini beberapa tipe atau gaya remaja dalam mengekspresikan dirinya :
a. si preman
Remaja yang kalau berbicara seperti remaja yang “kasar” dan “terlalu terus terang” ditambah dengan mimik wajah seorang pemrotes. Memang agak sukar mengubah kebiasaannya, tetapi orang tua terus mengingatkan bahwa cara bicaranya bisa disalahartikan orang lain. Tentunya orang tua tentunya terus memotivasi remaja untuk bicara “lebih manis”.
b. si pendiam
Ada remaja yang pendiam, tidak pernah mengeluh atau protes dalam menghadapi situasi apapun. Remaja ini cenderung pasif dan diam dalam kesehariannya.
Orang tua harus peka sehingga bisa menangkap kegalauan anaknya hanya dengan tanda2 yang kecil dan hampir tidak tampak.
c. si kreatif
Cara berpikirnya sedikit berbeda, dan orang lain cenderung melihatnya sebagai remaja yang ”melanggar” kebiasaan, suka bereksperimen dan antusias pada hal yang tidak biasa. Terkadang muncul dalam gaya bahasanya yang berandai-andai.
d. si cerewet
Remaja yang sangat memperhatikan hal2 kecil, apa saja dan perhatiannya sangat cepat teralih dari apa yang dilihat, didengar atau dipikirkan dan tanpa piker panjang ia mengatakannya.
e. si pengeluh
Remaja ini selalu mengeluh, mengomel dan menyampaikan sesuatu dengan emosi yang tinggi. Hidup ini baginya serba sukar, serba penuh hambatan dan hampir semua orang tidak bisa benar2 memuaskan hatinya.
f. si plin-plan dan si jail
Ada remaja yang terlalu memperhatikan reaksi orang lain. Ia bertindak bukan karena dirinya tetapi untuk melihat reaksi menyenangkan atau membuat kesal orang lain.
Si plin-plan selalu berusaha menyenangkan orang lain. Biasanya merasa kurang percaya diri dan berusaha untuk menyenangkan orang lain adalah motivasi terbesarnya.
Sebaliknya si jail ia bisa “tega” membiarkan orang lain dalam keadaan “tidak nyaman” bahkan ia akan menertawakannya. Bagi anak ini, mengamati bagaimana orang lain bereaksi sebgai akibat tingkah lakunya adalah hal yang menarik dan menadimotif utama dari segala tindakannya.
g. si penakut
Remaja ini sukar sekali untuk dapat bergabung dengan teman2 seusianya. Berbeda dengan remaja yang pasif, remaja ini selalu berada dalam kecemasan dan ketakutan yang terpancar dari ekspresinya.
Orang tua harus menerima dirinya yang “pemalu” dan tidak memaksakan untuk “menonjolkan diri” sudah merupakan langkah yang sangat berarti baginya untuk memupuk rasa percaya dirinya.

Setelah mengetahui bagaimana tipe remaja dalam mengekspersikan dirinya, orang tua sebaiknya mempersiapkan diri untuk mengenal lebih jauh dalam membimbing anaknya saat masa remaja.
Pertama, kenali mereka lebih dekat yaitu informasi mengenai remaja dan perubahan2 yang terjadi di dalam dirinya.
Kedua, kenali perubahan fisik pada remaja dan dampaknya terhadap diri anak.
Ketiga, kenali perubahan emosi remaja dan caranya mencari perhatian orang tua serta reaksi emosinya dalam menghadapi masalah.
Keempat, menciptakan hubungan komunikasi yang hangat, membentuk kebiasaan2 yang positif, memberlakukan aturan dalam keluarga, menyikapi “kesalahan” anak, “mengambil hati” anak dan “mencuri perhatian” anak.
Kelima, kenali perubahan lingkungan misalnya peran gender serta rasa keadilan antara pria dan wanita; teman dan permasalahannya; naksir, ditaksir dan pacaran.
Keenam, masalah2 seksualitas, kelainan seksual dan pengaruh buruk yagn ada di masyarakat.
Tidak hanya remaja yang belajar menghadapi kehidupananya yang “baru” tetapi orang tua juga perlu banyak belajar menghadapi perubahan2 dan menemukan cara terbaik untuk menghadapinya.


Tuesday, September 2, 2008

Remaja dan Permasalahannya (part 1)

Berbicara mengenai masalah remaja tidak akan habis2nya, namun saya hanya menyumbangkan sebagian kecil pemikiran masalah kenakalan remaja yang mungkin saja berguna untuk menambah pengetahuan para pembaca.

Saat ini generasi muda khususnya remaja, telah digembleng berbagai disiplin ilmu. Hal itu tak lain adalah persiapan mengemban tugas pembangungan pada masa yang akan datang, masa penyerahan tanggung jawab dari generasi tua ke generasi muda. Sudah banyak generasi muda yang menyadari peranan dan tanggung jawabnya terhadap negara di masa yang akan datang. Tetapi, dibalik semua itu ada sebagian generasi muda yang kurang menyadari tanggung jawabnya sebagai generasi penerus bangsa.


Disatu pihak remaja berusaha berlomba2 dan bersaing dalam menimba ilmu, tetapi dilain pihak remaja berusaha menghancurkan nilai2 moralnya sebagai manusia. Hal ini sangat memprihatinkan bagi kita semua. Memang tingkah laku mereka hanyalah merupakan masalah kenakalan remaja, tetapu lama-kelamaan menuju suatu tindakan kriminalitas yang sangat meresahkan.

Pada umunya kenakalan remaja ini dilakukan oleh anak yang berumur antara 15-18 tahun. Masa remaja merupakan masa dimana sedang beralihnya masa anak2 menuju masa kedewasaan. Pada masa ini jiwa mereka masih labil dan mereka tidak memiliki pegangan yang pasti. Mereka berbuat sesuai dengan pikiran dan nalar, perbuatan itu mereka lakukan dalam mencari jati diri mereka sebenarnya.

Kenakalan remaja itu harus diatasi, dicegah dan dikendalikan sedini mungkin agar tidak berkembang menjadi tindak kriminal yang lebih besar yang dapat merugikan dirinya sendiri, lingkungan masyarakat dan masa depan bangsa.

Masalah remaja sebagai usia bermasalah. Setiap periode hidup manusia punya masalahnya sendiri2, termasuk periode remaja. Remaja seringkali sulit mengatasi masalah mereka. Ada dua alasan hal itu terjadi, yaitu : pertama; ketika masih anak2, seluruh masalah mereka selalu diatasi oleh orang2 dewasa. Hal inilah yang membuat remaja tidak mempunyai pengalaman dalam menghadapi masalah. Kedua; karena remaja merasa dirinya telah mandiri, maka mereka mempunyai gengsi dan menolak bantuan dari orang dewasa.

Remaja pada umunya mengalami bahwa pencarian jati diri atau keutuhan diri itu suatu masalah utama karena adanya perubahan2 sosial, fisiologi dan psikologis di dalam diri mereka maupun di tengah masyarakat tempat mereka hidup. Perubahan2 ini dipergencar dalam masyarakat kita yang semakin kompleks dan berteknologi modern.

Arus perubahan kehidupan yang berjalan amat cepat cenderung membuat individu merasa hanya seperti sebuah sekrup dalam mesin raksasa daripada seorang makhluk utuh yang memiliki di dalam dirinya suatu keyakinan akan identitas dir sebagai seorang pribadi.

Adapun masalah yang dihadapi remaja masa kini antara lain :
a. kebutuhan akan figur teladan
Remaja jauh lebih mudah terkesan akan nilai2 luhur yang berlangsung dari keteladanan orang tua mereka daripada hanya sekedar nasihat2 bagus yagn tinggal hanya kata2 indah.

b. sikap apatis
Sikap apatis meruapakan kecenderungan untuk menolak sesuatu dan pada saat yang b ersamaan tidak mau melibatkan diri di dalamnya. Sikap apatis ini terwujud di dalam ketidakacuhannya akan apa yang terjadi di masyarakatnya.

c. kecemasan dan kurangnya harga diri
Kata stess atau frustasi semakin umum dipakai kalangan remaja. Banyak kaum muda yang mencoba mengatasi rasa cemasnya dalam bentuk “pelarian” (memburu kenikmatan lewat minuman keras, obat penenang, seks dan lainnya).

d. ketidakmampuan untuk terlibat
Kecenderungan untuk mengintelektualkan segala sesuatu dan pola pikir ekonomis, membuat para remaja sulit melibatkan diri secara emosional maupun efektif dalam hubungan pribadi dan dalam kehidupan di masyarakat. Persahabatan dinilai dengan untung rugi atau malahan dengan uang.

e. perasaan tidak berdaya
Perasaan tidak berdaya ini muncul pertama-tama karena teknologi semakin menguasai gaya hidup dan pola berpikir masyarakat modern. Teknologi mau tidak mau menciptakan masyarakat teknokratis yang memaksa kita untuk pertama-tama berpikir tentang keselamatan diri kita di tengah2 masyarakat. Lebih jauh remaja mencari “jalan pintas”, misalnya menggunakan segala cara untuk tidak belajar tetapi mendapat nilai baik atau ijasah.

f. pemujaan akan pengalaman
sebagian besar tindakan2 negatif anak muda dengan minumam keras, obat2an dan seks pada mulanya berawal dari hanya mencoba-coba. Lingkungan pergaulan anak muda dewasa ini memberikan pandangan yagn keliru tentang pengalaman.

Bentuk2 dari perbuatan yang anti sosial antara lain :
a. Anak2 muda yang berasal dari golongan orang kaya yang biasanya memakain pakaian yang mewah, hidup hura2 dengan pergi ke diskotik merupakan gaya hidup mewah yang tidak selaras dengan kebiasaan adat timur.

b. Di sekolah, misalnya dengan melanggar tata tertib sekolah seperti bolos, terlambat masuk kelas, tidak mengerjakan tugas dan lain sebagainya.

c. Ngebut, yaitu mengendarai mobil atau motor ditengah-tengah keramaian kota dengan kecepatan yang melampaui batas maksimum yang dilakukan oleh para pemuda belasan tahun.

d. Membentuk kelompok (genk2) anak muda yang tingkah lakunya sangant menyimpang dengan norma yagn berlaku di masyarakat, seperti tawuran antar kelompok.

Monday, September 1, 2008

Profesi, Profesional, Profesionalisme, Profesionalisasi, Profesionalitas

Masih adakah profesionalitas dalam bekerja? Jadi benar2 melaksanakan pekerjaan dengan sepenuh hati. Sebelum melanjutkan omelan2 ini, sebaiknya saya paparkan sedikit perbedaan profesi, profesional, profesionalisme, profesinalisasi dan profesionalitas. Ini bukan definisi saya pribadi tapi dari berbagai sumber.

Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya.

Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi. Hal ini juga pengaruh terhadap penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya.

Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus.

Profesionalisasi adalah proses atau perjalanan waktu yang membuat seseorang atau kelompok orang menjadi profesional.

Profesionalitas merupakan sikap para anggota profesi benar2 menguasai, sungguh2 kepada profesinya.

Kenapa saya berikan penjelasan singkat ttg 5 istilah di atas? Karena terus terang saya sendiri sering mendengar n menyebut kata2 itu tapi bingung juga apa beda atau pengertian yang sebenarnya,hehehehe...
Kembali ke omelan2..yuuuk!
Pernah mendengar istilah 1. karena keluarga mendapat pekerjaan? atau istilah 2. karena pekerjaan mendapat keluarga? bagi saya kalimat kedua lah yang sebaiknya kita lakukan. Maksudnya gini, kalimat pertama mengandung makna Ka Ka eN. Biasalah minta bantu om, tante, sepupu, kakek, cucu *ups! ngaco* pokoknya begitulah, karena ada bantuan dari orang2 terdekat sehingga kita bisa mendapatkan suatu pekerjaan. Parahnya lagi kalau ternyata kita *yang kerja krn dibantu klrg* tidak dapat bekerja secara profesional. Bikin malu!
Beda jauh dengan kalimat kedua, dengan usaha sendiri secara jujur bisa mendapatkan pekerjaan dan setelah bekerja ada kenalan2 baru yang otomatis menambah silaturahmi n akrab bagaikan keluarga. Nikmat bukan?!
Masih ada saja di kantor yang karyawannya tidak bekerja secara profesional dengan berbagai sebab. Yang lucunya mereka *oknum* memandang seseorang berdasarkan anak siapa, keturunan mana, dll. Uh, capek banget gaul dengan mereka yang punya pikiran gitu. Hari gini masih aja bawa2 nama keluarga. Lagipula gak penting anak siapa, yang penting kamu bisa kerja atau tidak? Saya pernah ketemu kasus begini, ada bawahan yang ternyata anak pejabat tingkat tinggi. Nah atasan nya itu malah lebih tunduk kepada bawahannya karena takut embel2 anak pejabat tadi. Takut dilaporkan ke bapak si bawahan kalo dia *atasan* tidak “baik2” ke bawahannya. GILEEEEEEEEEEEEE...! ntah gimana masa depan kantor tersebut.
Persoalan like/dislike juga menjadi persoalan dalam dunia kerja. Memang karakter dan sifat orang berbeda. Kadang ada yang cocok dan tidak. Wajar lah, namanya juga manusia. Untuk mengerjakan proyek tertentu dipilih2 orang yang satu “aliran” walo orang tersebut blm tentu bisa mengerjakan proyek. Masih ada orang lain yang lebih pantas untuk mengerjakan proyek, tp karena satu dah lain hal shg orang itu tidak dilibatkan.
Dari gambaran umum di atas, kadang shock melihat hal yang tidak seharusnya terjadi. Tapi memang terjadi. Nyata! Hal di atas tidak terjadi di seluruh kantor, hanya kantor2 tertentu saja.
Semestinya ini bukannya sesuatu yang mengherankan, semakin tua, kita semakin bijaksana. Kita hidup dan belajar, dan salah satu yang kita pelajari adalah menyeimbangkan emosi dan akal. Tetapi, pelajaran ini biasanya tenggelam, terkikis karena kadang2 bertentangan dengan tugas dan kerjanya realita.
Mengapa orang perlu profesionalitas dalam menjalankan pekerjaan? Yaaa..Karena tuntutan masyarakat inign mendapatkan pelayanan yang semakin meningkat mutunya untuk hasil yang lebih baik. Setiap profesi harus bisa menyesuaikan dengan permintaan masyarakat agar tidak “ditinggalkan”.
Wallahu’alam