Saturday, August 9, 2008

Kenapa Anak Putri Harus Belajar


Imah adalah seorang pembantu rumah tangga. Setiap pagi ia mengantar putri majikannya, Azizah, berangkat ke sekolah. Sedang sore hari dia menjemputnya.
Suatu hari Imah bergumam, “Alangkah bahagianya sekiranya aku ditakdirkan menjadi anak kecil lagi sehingga bisa belajar di sekolah”.

Mendengar kata2 itu, Azizah menatap wajah Imah dengan penuh rasa heran. Selanjutnya dia berucap, “Apakah Engkau suka, wahai bibiku, sekiranya bibi menjadi seorang pelajar?”

Spontan Imah menjawab dengan hati yang pilu, “Jelas! Sebab, andaikan dulu aku sempat mengenyam bangku sekolah, mungkin nasibku tidak seperti sekarang, menjadi pembantu rumah tangga. Aku menjadi pembantu karena terpaksa, sebab suamiku telah meninggal. Aku mewarisi rumah yang banyak dari peninggalan suamiku. Kebetulan aku mempnyai seorang kerabat ipar, ku kira dia seorang yang amanah (dapat dipercaya) seperti suamiku. Sehingga aku tidak keberatan untuk menyerahkan semua pengelolaan rumah dan harta kekayaanku kepadanya. Tidak tahunya, dia menjual semua rumah dan harta kekayaanku kepada orang lain, kemudian hasil dari penjualan itu dia pergunakan untuk sesuatu yang kurang bermanfaat. Sayang sekali pada waktu itu aku tidak pandai membaca dan menulis, sehingga aku mau memberi cap jempol di atas kertas yang bersegel dengan rasa suka dan rela. Aku mau berbuat demikian itu, karena dia telah menjelaskan kepadaku bahwa apa yang aku cap kan di atas kertas segel itu hanya merupakan transaksi sewa-menyewa, bukannya transaksi jual-beli.
Ketika aku sadar bahwa semua harta kekayaanku telah dia habiskan, maka persoalan ini kuadukan kepada mahkamah. Setelah disidangkan, dia divonis hukuman penjara karena ketidakjujurannya dan dikenai denda ganti rugi. Ironisnya, aku tidak memperoleh harta sedikit pun darinya, Karena dia sendiri menjadi bangkrut, tak punya apa2. Setelah tak ada lagi harta yang dapat menghidupi diriku, terpaksa aku bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Sekiranya dulu aku belajar, maka tidak mungkin pengkhianat itu bisa menipu dan membohongi diriku dan berbuat apa saja yang dikehendakinya”.
Selanjutnya, Imah berucap sambil meneteskan air mata, terlihat tanda2 kesedihan menghias wajahnya, “Walaupun demikian, tetapi aku masih mempunyai keinginan kuat untuk belajar. Sehingga pada waktu2 kosong bisa aku pergunakan untuk membaca buku2 yang dapat meringankan kesedihan, menghibur kepedihan hatiku dan menemaniku di kala aku sedang kesepian. Selain itu, aku pun dapat menghafal Al-Qur’anul Karim. Dengan demikian, aku berharap bisa menjadi seorang wanita yang mengerti benar tentang masalah2 agama Islam. Di samping itu aku juga dimasukkan ke dalam kelompok kaum wanita muslimah yang shalihah”.

Mendengar ucapan Imah yang memelas itu, hati Azizah tersentuh sehingga ia bertanya kepada Imah, “Wahai bibi Imah, jika bibi benar2 ingin belajar, mulai saat ini aku siap mengajarimu. Perlu bibi ketahui bahwa segala sesuatu akan terasa mudah selagi ada kemauan yang keras. Mulai saat ini, setiap seminggu aku sediakan waktu satu hari untuk mendampingi bibi belajar membaca dan menulis. Karena aku merasa bahwa bibilah yang mengasuh diriku, sehingga dimataku kedudukan bibi adalah seperti kedudukan ibuku sendiri. Di samping itu jasa bibi amat besar terhadap diriku”.


Kemudian Imah berkata kepada Azizah, “Mudah2an Allah memberikan berkah kepadamu, wahai putri majikanku! Dan semoga Engkau juga mendapati diriku, insya Allah, sebagai orang yang selalu taat kepadamu dan tidak pernah melanggar perintahmu, karena Engkau adalah guruku”.


Kini Azizah mempunyai peran ganda. Di siang hari ia sebagai siswi, dan di malam hari ia sebagai pendidik (guru). Begitu pula Imah juga memiliki peran ganda. Di siang hari ia seorang pembantu rumah tangga, sedangkan di malam hari menjadi seorang siswi.


Tidak lama belajar, Imah sudah pandai membaca dan menulis. Bahkan, ia sering duduk bersama Azizah di ruang baca guna membaca buku2 perpustakaan pribadi milik Azizah serta belajar bersamanya. Dengan demikian, kini Imah termasuk dalam golongan wanita terpelajar, sehingga martabatnya lebih bernilai di mata keluarga majikannya. Hal ini bukan sesuatu yang aneh, sebab setiap orang yang bersungguh2 pasti mendapatkan apa yang dicita2kan.

Artikel Terkait



0 comments: